![]() |
| Gambar Kerja |
Gema7.com,Sumbar__ Sumber material batu untuk pembangunan Seawall dan Pengaman Pantai Sasak di Kabupaten Pasaman Barat seolah bermain "petak umpet" dengan publik. Proyek bernilai Rp2,5 miliar yang digarap oleh CV Rayazka itu kini menjadi sorotan masyarakat serta para pemerhati sosial, lantaran Dinas SDABK Provinsi Sumatera Barat masih enggan mengungkap secara resmi dari mana batu cobble stone yang digunakan berasal.
Di lapangan, rumor berkelebat lebih cepat dari pada ekskavator bergerak. Ada yang menyebut batu itu datang dari quarry PT Sabaruddin, ada pula yang menyebut sumbernya dari CV Sabar Bumi Sejati. Namun data yang dipegang gema7.com menunjukkan, PT Sabaruddin bahkan tidak terdaftar sebagai pemegang izin tambang di DPMPTSP Sumbar. Sedangkan CV Sabar Bumi Sejati memang memiliki izin tambang, tetapi hanya untuk komoditas Sirtu, bukan batu Andesit yang lazim digunakan untuk pekerjaan seawall.
Izin ini bukan sekadar kode di atas kertas. Komoditas berbeda artinya regulasi berbeda. Jika benar batu itu datang dari perusahaan yang izinnya tidak sesuai atau bahkan tanpa izin, maka proyek ini tengah menari di ujung tanduk pelanggaran hukum.
Rujukan hukumnya pun tidak tanggung - tanggung. Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba tegas menyebutkan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.
Tidak berhenti di situ, Pasal 161 juga mengatur ancaman pidana yang sama bagi pihak yang menampung, mengangkut, atau menjual mineral dari sumber tidak berizin.
Pertanyaannya, sudahkah pengawasan berjalan sesuai jalur? Dinas SDABK telah menunjuk PT Wandra Cipta Engineering Consultant asal Pekanbaru sebagai konsultan pengawas dengan nilai kontrak Rp184,47 juta. Namun publik mulai melontarkan pertanyaan menohok. Apakah pengawas benar-benar menjalankan tugasnya? Apakah mereka rutin berada di lapangan? Atau hanya sesekali muncul seperti tamu undangan?
Apabila konsultan pengawas lalai dan potensi pelanggaran hukum di kemudian hari muncul akibat kelalaiannya, pemilik proyek berhak mengambil sikap tegas. Mulai dari teguran hingga pemutusan kontrak, karena kegagalan pengawasan merupakan bentuk nyata cidera janji.
Di tengah regulasi yang begitu jelas dan ketentuan hukum yang tak memberi ruang abu-abu, masyarakat kini menunggu transparansi. Apakah proyek pengaman pantai ini benar ingin melindungi masyarakat? Atau justru menyembunyikan lubang masalah lebih besar di balik batu-batu yang disusun rapi?
Publik berhak tahu. Pemerintah wajib menjelaskan. Selama sumber batu masih menjadi misteri, kepercayaan pun ikut tergerus satu per satu, seperti ombak yang terus mengikis bibir pantai Sasak.
Rahmad Yuhendra selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dikonfirmasi Gema7.com, Kamis (16/10/2025) via WhatsApp, terkait sumber material yang digunakan CV. Rayazka, sampai saat ini belum memberikan jawaban sesuai pertanyaan wartawan.
"Terima Kasih Atas Infonya," ujar Rahmad Yuhendra yang familiar di panggil Eng.
Sementara itu, pada hari yang sama Kadis SDABK Sumbar, Rifda Suryani selaku Pengguna Anggaran (PA) yang dikonfirmasi Gema7.com, terkesan bungkam. Sampai berita ini tayang, belum ada tanggapan resmi dari Kadis SDABK Sumbar tersebut.
#Md


Post a Comment