G7,Sumbar__ Proyek rekonstruksi Jalan Manggopoh–Padang Luar (P.025) di Kabupaten Agam kembali menuai sorotan tajam. Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK) Provinsi Sumatera Barat mendesak Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) agar tidak sekadar memeriksa permukaan aspal proyek, tetapi juga menyelidiki secara menyeluruh Lapisan Pondasi Bawah (LPB) jalan tersebut.
Menurut Ketua GNPK Sumbar, pemeriksaan harus mencakup ketebalan timbunan pilihan, spesifikasi material yang digunakan, serta ketebalan dan kualitas agregat kelas A yang terpasang. Pasalnya, sejumlah temuan lapangan menunjukkan adanya dugaan pelanggaran serius terhadap spesifikasi kontrak yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat.
Lebih jauh, GNPK juga mendesak aparat penegak hukum (APH) di wilayah setempat untuk mengusut penggunaan bahan bakar untuk alat berat dalam proyek ini.
Baca Juga
“Perlu ditelusuri, apakah operasional alat berat tersebut menggunakan BBM industri sesuai aturan, atau malah menggunakan solar bersubsidi dalam jeriken dari SPBU. Ini penting karena menyangkut regulasi dan potensi penyalahgunaan subsidi negara,” tegasnya.
Proyek jalan senilai Rp8,2 miliar ini dilaksanakan oleh PT Pratama Putra Sejahtera berdasarkan kontrak Nomor 620/197/KTR-023-BM/2025 tertanggal 7 Maret 2025 dengan masa pelaksanaan 180 hari kalender. Namun, laporan dari lapangan memperlihatkan indikasi kuat bahwa pekerjaan tidak dilaksanakan sesuai standar teknis yang disepakati.
Site Manajer PT Pratama Putra Sejahtera sendiri mengakui bahwa lapisan agregat kelas A hanya setebal 20 cm, padahal dalam gambar kerja seharusnya 30 cm. Selisih 10 cm ini jelas bukan hal sepele karena berdampak langsung pada ketahanan dan usia pakai jalan. Ironisnya, bagian tengah badan jalan justru mengalami cekungan, bertentangan dengan kaidah teknik yang mengharuskan permukaan tengah lebih tinggi 3% dibandingkan sisi kiri dan kanan guna memfasilitasi aliran air.
“Cekungan di badan jalan itu jelas berpotensi menimbulkan genangan, mempercepat kerusakan, dan menurunkan kenyamanan serta keselamatan pengguna jalan. Ini menunjukkan buruknya perencanaan atau pelaksanaan teknis,” ujar Ketua GNPK Sumbar.
Tak hanya itu, semua material agregat dan aspal diketahui berasal dari stone crusher dan batching plant milik rekanan di Aripan, Solok. Namun, di lapangan, ditemukan campuran material berukuran besar yang diduga tidak sesuai dengan spesifikasi agregat kelas A, memperkuat dugaan bahwa mutu konstruksi diabaikan demi efisiensi biaya.
Dugaan pelanggaran lain mencakup kekurangan tenaga ahli di lapangan. Dari empat tenaga ahli yang dipersyaratkan dalam kontrak, hanya satu yang aktif terlihat di lokasi proyek. Hal ini mengindikasikan lemahnya pengawasan internal kontraktor dan dugaan pelanggaran administratif.
Aspek penting lainnya yang perlu perhatian adalah pekerjaan pemasangan saluran drainase U-Ditch yang mana lantai kerja beton setebal 5 cm ditambah dengan mutu beton U- Ditch tersebut. Ini sangat vital untuk kestabilan dan kekuatan saluran air.
Lebih mengkhawatirkan lagi, proyek ini nyaris tak tersentuh pengawasan ketat dari konsultan pengawas, PT Sandi Arifa Konsultan. Lemahnya pengawasan lapangan membuka celah terjadinya penyimpangan teknis dan pelaksanaan asal-asalan.
“Fungsi pengawas seharusnya jadi benteng terakhir. Kalau ini pun lemah, maka kita patut curiga bahwa sistem pengendalian proyek memang rusak dari hulu ke hilir,” kata Ketua GNPK.
Ia menegaskan bahwa proyek dengan nilai miliaran rupiah seharusnya menghasilkan jalan berkualitas yang bermanfaat dalam jangka panjang, bukan sekadar formalitas administrasi demi menyerap anggaran. "Kalau pekerjaan tidak sesuai spesifikasi, masyarakat bukan hanya dirugikan secara ekonomi, tapi juga dipaksa menerima hasil pembangunan yang tidak bermutu," tutupnya.
GNPK Sumbar mendesak BPK RI dan APH untuk segera turun tangan secara menyeluruh, mengaudit teknis proyek, memeriksa legalitas BBM yang digunakan, hingga menindak pihak-pihak yang terbukti lalai atau melakukan pelanggaran. Karena tanpa ketegasan dan transparansi, praktik-praktik seperti ini hanya akan terus membebani negara dan mencederai kepercayaan publik.
#Md
Post a Comment