G7,Dharmasraya (Sumbar)__ Pekerjaan pembangunan saluran tresier yang dikerjakan oleh Satuan Kerja (Satker) PJPA Wilayah Sungai (WS) Batanghari, di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera V, terindikasi menyimpan banyak kejanggalan. Proyek yang semestinya menjadi bagian dari upaya peningkatan infrastruktur pengairan ini justru memunculkan tanda tanya besar: apakah ini proyek pemerintah atau proyek siluman?
Pantauan di lapangan memperlihatkan kondisi yang jauh dari standar pelaksanaan konstruksi pemerintah. Plang proyek yang seharusnya mencantumkan informasi penting seperti nilai proyek, sumber anggaran, nama kontraktor, dan waktu pelaksanaan tidak terlihat sama sekali di lokasi. Tidak adanya plang proyek ini menjadi indikasi awal bahwa transparansi publik telah diabaikan.
Lebih parah lagi, para pekerja terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), sebuah pelanggaran terhadap prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pengawasan terhadap proyek ini juga sangat lemah. Saat pekerjaan tengah berlangsung, tidak tampak adanya tenaga pengawas ataupun tenaga ahli dari pihak kontraktor yang bertanggung jawab memastikan kualitas pekerjaan sesuai spesifikasi teknis.
Dari pengamatan langsung di lokasi, terlihat para pekerja tengah membangun pintu air dengan pasangan batu mortar dan membuat tanggul saluran. Namun timbul pertanyaan lanjutan: dari mana asal tanah yang digunakan untuk tanggul tersebut? Apakah tanah tersebut berasal dari perusahaan tambang yang memiliki izin, atau hanya hasil kerukan liar di sekitar lokasi proyek? Pertanyaan serupa juga mengemuka soal batu untuk pasangan mortar apakah material tersebut berasal dari penambangan resmi atau tidak?
Ironisnya, adukan semen untuk pasangan batu tidak ada takaran karena dilokasi tidak ditemukan dolak untuk perbandingan adukan semen dan pasir.
Hingga berita ini ditayangkan, Kasatker PJPA WS Batanghari, Tosweri, belum memberikan klarifikasi meskipun sudah dilakukan upaya konfirmasi oleh media. Sikap diam ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini dijalankan dengan minim pengawasan, bahkan berpotensi menabrak sejumlah aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Tak hanya itu, nilai proyek dan jumlah titik lokasi pekerjaan masih menjadi misteri. Namun, informasi yang beredar menyebutkan bahwa proyek ini digarap oleh seorang kontraktor asal Payakumbuh bernama Budi. Apakah proses pemilihan rekanan sudah sesuai prosedur? Atau ada praktik penunjukan langsung yang diselubungi kepentingan tertentu?
Masyarakat berhak tahu, proyek yang menggunakan uang negara seharusnya dilaksanakan secara terbuka dan akuntabel. Jika indikasi proyek siluman ini terbukti, maka aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Kepolisian, sudah semestinya turun tangan untuk menyelidiki potensi penyimpangan anggaran dan pelanggaran prosedur.
Keterbukaan informasi publik bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk tanggung jawab kepada masyarakat yang menjadi penerima manfaat utama dari pembangunan infrastruktur. Jika proyek seperti ini terus dibiarkan tanpa kontrol, bukan hanya uang rakyat yang disia-siakan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah akan kian terkikis.
Sementara, untuk informasi bagi pembaca kami. Media ini terus mengkonfirmasikan pada pihak yang terkait.
#Md/Tim
Post a Comment